Ritual
cowongan masih dilaksanakan di desa Plana kec.Somagede kab. Banyumas., tepatnya
kurang lebih 15 km di sebelah timur kota Banyumas berbatasan dengan kabupataen Banjarnegara
dan kabupaten Purbalingga. Di sebelah timjr terdapat sungai Plana yang menjadi
batas dengan desa Susukan Banjarnegara. Pada musim kemarau sungai ini sering
terjadi kekeringan. Cowongan ini dilaksanakan jika terjadi musim kemarau saja.
Biasanya ritual ini dilaksanakan pada mangsa kapat (kalender jawa) atau sekitar
bulan September (kalender masehi), pelaksanaannya setiap malam jumat kliwon.
Cowongan ini dilaksanakan dalam hitungan ganjil misalnya satu kali dilakukan
ritual belum, turun hujan maka dilaksanakan tiga kali, jika tiga kali tidak
turun hujan maka dilaksanakan lima kali dan begitu seterusnya.
Cowongan
berasal dari kata “cowong” ditambah akhiran “an” yang dalam bahasa jawa
Banyumasan yang berarti perong,cemong, dan therok dengan kata lain cowong itu
artinya belepotan dibagian wajah. Wajah yang dimaksud ini adalah wajah irus
yang dihias sedemikian rupa agar menyerupai boneka.
Cowongan
adalah salah satu jenis ritual untuk meminta hujan yang dilakukan oleh
masyarakat Banyumas. Masyrakat disan
percaya datangnya hujan melalui cowongan, dilakukan dengan bantuan bidadari,
Dewi Sri yang merupakan lambang kemakmuran dan kesejahteraan. Tahapan persiapanritual
cowongan :
1. Mencuri
irus/siwur. Jadi sebelum pelaksanaan irus tersebut dicuri dari rumah yang
memiliki pintu dibawah fentilasi. Karena menurut kepercayaan, rumah tersebut
mudah dilalui oleh bidadari yang diharapkan dapat menurunkan hujan.
2. Irus
atau siwur yang telah dicuri ditancapkan pada pelepah pisang raja selama tujuh
hari tujuh malam.
3. Rialat
calon peraga cowongan diharuskan melakukan rialat atau nglakoni yang berarti
mengurangi makan dan tidur. Rialat yang dapat dilakukan antara lain yaitu
tirakat, ngasrep, ngrowot (tidak makan wohing
padi), puasa, pati geni (tidak makan makanan yang dimasak menggunakan
api dan berada dalam ruang tertutup tanpa penerangan api.) dll. Rialat
dilakukan tiga hari.
4. Para
calon peraga harus dalam keadaan suci, tidak sedang haid, nifas, atau habis
melakukan hubungan seksual dan hal yang menyebabkan tidak suci sebelum pelaksanaan.
5. Merias
property yang berupa irus. Pada bagian tempurung diberi rumbai-rumbai dari
janur, diolesi arang atau enjet, dibuat menyerupai muka manusia. Pada gagangnya
diberi kain warna warni yang dipotong-potong menyerupai baju.
6. Baju
yang dipakai dalam pelaksanaan tidak ditentukan.
Dalam
ritual ini yang hanya boleh melaksanakan adalah kaum wanita. Tidak ditentukan
batasan umurnya, baik tua, muda, gadis, atau janda dan tidak ditentukan jumlah
peraganya. Jadi yang harus memegang cowong ini tidak boleh lelaki, karena
menurut masyarakat disana, roh yang masuk adalah bidadari. Cowongan ini dapat
dilaksanakan dimana saja asal dihalaman yang luas. Tahapan yang dilakukan
sebelum diadakannya ritual adalah membakar dupa yang dilakukan oleh sesepuh,
dupa terbakar, cowongan dipegang oleh tiga orang dan diletakan diatas dupa,
yang tidak memegangi cowongan menyanyikan tembang jawa yang berisi doa-doa.
Jika roh sudah masuk, cowongan tersebut akan bergerak. Kembali sesepuh
membacakan doa dan menyebutkan permintaannya. Jika ritual ini berhasil akan
turun hujan dan ada pelangi. Setelah pelaksanaan cowongan berakhir, masih ada
kegiatan yang harus dilakukan yakni melarung sesaji dan cowongan ke sungai
serayu dan setelah itu diadakan slametan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar